Review Materi Kelompok 5

MATERI

Berikut review materi dari kelompok 5 yang disampaikan pada hari Selasa, 26 September 2018:

Apa itu fitrah seksualitas?
✨ Bagaimana seseorang berpikir, bersikap dan bertindak sesuai dengan gendernya.
Fitrah seksualitas keperempuanan adalah bagaimana seseorang berpikir, bersikap, bertindak, berpakaian sebagai seorang perempuan.
Fitrah seksualitas kelelakian adalah bagaimana seseorang bersikap, berpikir, bertindak dan berpakaian sebagai seorang lelaki.


Pentingkah untuk dibangkitkan? Mengapa?
✨ Sangat penting
Agar anak mengenal konsep diri dan perannya sesuai dengan gendernya baik dalam keluarga maupun masyarakat, tidak terjadinya penyimpangan seks/LGBT. Bagi anak laki-laki dapat tumbuh menjadi seorang lelaki/ayah sejati begitu pula anak perempuan, dapat tumbuh menjadi perempuan/ibu sejati.

Tempat paling tepat untuk menumbuhkan fitrah seksualitas adalah di dalam keluarga. Fitrah seksualitas ini ditumbuhkan sejak lahir hingga menjelang aqilbaligh (0-14 tahun).

Ayah dan ibu memiliki peranan penting dalam menumbuhkan, merawat dan membangkitkan fitrah seksualitas anak. Oleh karena itu sosok ayah dan ibu tidak bisa dihilangkan dalam kehidupan anak. Seandainya sudah meninggal, harus ada yang menggantikan peran itu.

Urgensi :
1. Mengenal & mengokohkan konsep diri dan perannya sesuai dengan gendernya di keluarga & masyarakat

2. Mencegah terjadinya penyimpangan seksual di masa yang datang

3. Mencegah terjadinya penyimpangan2 sosial di masyarakat

4. Menyiapkan calon2 ayah & bunda sejati sebagai pondasi pembentukan keluarga yang kokoh



Apa tantangan yang dihadapi berkaitan dengan gender?

Tantangan Internal Keluarga:

🌷 Pola asuh

Pola asuh adalah salah satu tantangan yang dihadapi berkaitan dengan penumbuhan fitrah seksualitas.

Ibu Elly Risman menyampaikan bahwa pembentukan kepribadian seseorang 20% ditentukan oleh sifat yang diturunkan dan 80% ditentukan oleh pola asuh.
Maka fitrah seksualitas juga ditentukan oleh pola asuh orang tua terhadap anaknya.

Jika orang tua memiliki pola asuh yang tidak tepat maka anak bisa mengalami sexual and gender confuse bahkan mengalami disorientasi seksual.

🌷 Role model

Tantangan berikutnya adalah berkaitan dengan panutan. Anak tidak pernah salah meng-copy. Hal ini menunjukkan bahwa pendidikan anak yang paling efektif adalah dengan contoh nyata. Anak akan memahami Fitrah seksualitasnya jika mendapatkan contoh nyata dari kedua orang tuanya.

Ustadz Adriano Rusfi menyampaikan, yang harus diperhatikan adalah apakah anak sudah merasakan diferensiasi fitrah seksualitas dalam bentuk teladan dari kedua orang tuanya. Sudahkah ia melihat perbedaan signifikan antara sang ayah dan sang ibu baik dalam sikap, peran dan pembagian tugas kehidupan.
Jika contohnya tidak tampak dengan signifikan bisa jadi anak akan mengalami sexual and gender confuse saat proses mengidentifikasi dirinya.

🌷 Paradigma orang tua

Paradigma orang tua adalah tantangan bagi penumbuhan fitrah seksualitas. Paradigma merupakan faktor pembentuk pola asuh. Paradigma sendiri dibentuk oleh pengalaman, informasi dan pola asuh orang tua sendiri.

Jika orang tua memiliki paradigma pendidikan atau penumbuhan fitrah seksualitas adalah hal tabu hal maka dia akan memiliki preferensi untuk tidak melakukan stimulasi fitrah seksualitas bagi anak-anaknya. Atau jika orang tua memiliki paradigma bahwa laki-laki dan perempuan itu setara maka tidak perlu ada pembedaan yang signifikan terhadap laki-laki dan perempuan.

🌷 Tahapan perkembangan dan pemahaman anak

dr. Amir Zuhdi, seorang Praktisi Neuro Parenting, mengatakan dalam pengasuhan dan pendidikan anak, setiap orangtua & guru harus mengerti dan memahami bagaimana otak anak dan otak dirinya bekerja dan memahami bagaimana otak anak tumbuh dan berkembang.
Kesalahan stimulasi atau ketidak tepatan pemilihan stimulasi yang sesuai dengan usia atau tumbuh kembangnya justru akan menjadi bumerang bagi perkembangan anak. Demikian juga dalam hal penumbuhan fitrah seksualitas, tiap tahap usia memiliki metode yang berbeda.

Tantangan Eksternal Keluarga:

🌱 Pandangan masyarakat

Cara pandang masyarakat merupakan salah satu tantangan dalam proses penumbuhan fitrah seksualitas. Terkadang ayah bunda menjadi ragu2 atau enggan karena dianggap beda dengan masyarakat umumnya.
Kebanyakan saat ini secara umum masyarakat masih belum menyadari pentingnya stimulasi fitrah seksualitas pada anak, sebagian menganggapnya tabu, sebagian cuek merasa tidak penting bahkan menganggap aneh.

Misalnya, banyak kita temui anak-anak yang belum dikenalkan dengan aurat sejak dini, buka aurat di tempat umum, pipis sembarangan sehingga tampak alat genitalnya, dll. Setelah terjadi kasus2 kekerasan seksual pada anak, barulah tersadarkan, itupun masih sebagian kecil yang berkesempatan mendapatkan edukasi.

🌱 Kebijakan pemerintah

Kebijakan pemerintah yang bisa dipandang sebagai tantangan bagi penumbuhan fitrah seksualitas adalah Pengarusutamaan Gender (PUG) yang wajib dilaksanakan oleh institusi2 pemerintahan terkait di semua sektor.

Apa yang dianggap sebagai tantangan ?
Tujuan utama PUG adalah memberikan hak atas layanan/anggaran pemerintah yang sama antara laki2 & perempuan, orang dewasa & anak-anak, masyarakat dg tingkat ekonomi yg rendah maupun tinggi, dll.
Namun dalam prakteknya sebagian orang justru fokus pada perbedaan istilah antara jenis kelamin dengan gender bahkan secara ekstrim mempertentangkan.
Jika dilihat dari sudut pandang fitrah seksualitas hal ini tidak sejalan.
Bahkan ada sebagiannya lagi yang menggunakannya sebagai dasar legalitas LGBT.

🌱 Pemikiran-pemikiran yang bertentangan dengan fitrah

Ini adalah tantangan terbesar di Era Milenial. Para ahli parenting sejak lama sudah memperingatkan bahaya pemikiran2 yg tidak sejalan dengan fitrah, namun rata2 keluarga Indonesia belum _aware_ atas persoalan2 demikian

Ibu Elly Risman, Ust. Adriano Rusfi, Ustadz Harry, dll menyampaikan betapa pengabaian pendidikan atas fitrah seksualitas ini akan mengundang banyak permasalahan2 sosial. Saat ini sudah cukup banyak kasus2 yang terjadi , penyimpangan sosial semacam pornografi, pornoaksi, pelecehan seksual, dll atau penyimpangan seksual semacam LGBT, sodomi, pedofil, dll. yang korbannya adalah anak-anak atau sebaliknya pelakunya adalah anak-anak.


Apa solusinya?


Tantangan Internal Keluarga:

1. Orang tua harus sepenuhnya ada untuk anak
Orang tua memiliki peranan aktif untuk perkembangan anak. Jika anak laki-laki kurang kasih sayang ayah, ayah tidak dekat dengan anak, emosi anak akan terganggu. Kalau laki-laki cenderung akan nakal, seks bebas, dan narkoba, sedangkan anak perempuan akan depresi dan melakukan seks bebas.

Sedangkan jika sebaliknya, maka anak laki-laki akan tumbuh dengan emosi tidak stabil, apatis dan menjadi lelaki kasar dan egois. Pada anak perempuan akan menjadi tomboy, kurang peka serta penyendiri dan pemalu.

2.️ Dibutuhkan attachment (kelekatan)
Hubungan emosi anak dengan orang tua harus dekat. Dibutuhkan attachment antara ayah dan anak, juga ibu dengan anak. Dekatnya pun bukan sekadar kulit ke kulit, melainkan dari jiwa ke jiwa.

Dalam penelusuran siroh Nabi Muhammad SAW, ternyata memang sosok ayah dan ibu tidak boleh hilang sepanjang masa anak, sejak lahir sampai aqilbaligh di usia 15 tahun.

3.️ Tujuan pengasuhan jelas
Elly Risman, pendiri Yayasan Kita dan Buah Hati pernah melakukan riset terhadap pasangan suami-istri berusia 25-45 tahun, apakah mereka menentukan tujuan pengasuhan yang jelas. Hasil risetnya menunjukkan tidak semua pasangan menyepakati apa tujuan mereka.

Jadi yang perlu diperhatikan adalah menyusun lagi, merumuskan lagi pola pengasuhan, mendiskusikan bersama pasangan, lalu menyepakati. Setelah itu, membuat analisis dan evaluasi, misalnya 3 bulan sekali.

4.️ Mengatur gaya bicara (komunikasi produktif)
Apabila berbicara pada anak harus baik, harus benar, dan tidak berbohong. Setiap orang tua tidak menyalahkan atau membanding-bandingkan anak karena akan membuat komunikasi antara anak dan orang tua terganggu.

Tak hanya itu, hendaknya setiap orang tua selalu mendengarkan perkataan anak mereka, memperhatikan saat mereka bicara, serta mengetahui keunikannya.

5. Pendidikan agama
Pendidikan agama bagi anak sangat penting. Namun tidak dianjurkan memasukkan anak ke sekolah agama tanpa mengetahui basic agama dari orang tuanya.

Pendidikan agama adalah tanggung jawab dan kewajiban orang tua kepada anaknya. “Dalam hal ini, kita mengajarkan agama bukan sekadar supaya mereka bisa mengaji, rajin ke gereja, atau biar bisa salat. Tapi agar mereka suka melakukan itu tanpa harus disuruh nantinya.

6. Mengajarkan anak menahan pandangan
Munculnya “kekacauan otak” pada diri remaja adalah karena orang tua tidak mengajarkan anaknya untuk menjaga dan menahan pandangan.

Ternyata hal ini juga ada di Al-Quran, bahwa kita harus menjaga pandangan. ‘Bencana’ terjadi bisa karena orang tua tidak mengajarkan anaknya untuk menjaga pandangan mereka.

7. Mengajarkan adab pada anak

Ajarkan anak meminta izin masuk kamar, mengenalkan aurat dan menjaganya dari pandangan orang lain termasuk keluarga, serta memisahkan tempat tidur saat berusia baligh dan dilarang satu selimut walau sesama jenis.

8. Mendidik fitrah seksualitas anak sesuai tahapan usia dan pemahaman anak
Inti mendidik fitrah seksualitas adalah terbangunnya attachment (kelekatan) serta suplai keayahan dan suplai keibuan.

🐝 Usia 0-2 tahun - merawat kelekatan (attachment) awal

Anak lelaki atau anak perempuan didekatkan kepada ibunya karena ada masa menyusui. Ini tahap membangun kelekatan dan cinta.

🐝 Usia 3-6 tahun - menguatkan konsep diri berupa identitas gender

Anak lelaki dan anak perempuan didekatkan kepada ayah dan ibunya secara bersama. Usia 3 tahun, anak harus dengan jelas mengatakan identitas gendernya. Misalnya anak perempuan harus berkata "bunda, aku perempuan", sebaliknya juga anak lelaki.

Jika sampai usia 3 tahun masih "bingung" identitas gendernya, ada kemungkinan sosok ayah atau sosok ibu tidak hadir. Inilah *tahap penguatan konsep identitas gender* pada diri anak

Pada tahap ini praktek "toileting", dapat dijadikan juga sarana menumbuhkan fitrah seksualitas berupa penguatan konsep diri atau identitas gendernya

🐝 Usia 7-10 tahun - menumbuhkan dan menyadarkan potensi gendernya

Ini tahap menumbuhkan identitas menjadi potensi. Dari konsepsi identitas gender menjadi potensi gender. Dari keyakinan konsep diri sebagai lelaki dan sebagai perempuan, menjadi aktualisasi potensi diri sebagai lelaki atau potensi diri sebagai perempuan pada sosialnya.

Karenanya di tahap ini, anak lelaki lebih didekatkan kepada ayah, agar mendapat suplai "kelelakian" atau maskulintas, melalui interaksi aktifitas dengan peran-peran sosial kelelakian, misalnya diajak ke masjid, diajak naik gunung, diajak olahraga yang macho, dll.

Para ayah sebaiknya mulai berusaha menjadi idola anak lelakinya, dengan beragam kegiatan maskulin bersama, sampai anak lelakinya berkata aku ingin menjadi seperti "ayah".

Lisan dan telinga ayah harus nampak sakti bagi anak lelakinya. Ayah harus menjadi penutur hebat bagi anak lelakinya dengan narasi-narasi besar sejarah dan peradaban serta peran keluarganya dalam menyelesaikan masalah ummat atau menghidupkan potensi ummat dalam pentas peradaban.

Ayah juga yang harus menjelaskan tentang "mimpi basah" dan fiqh kelelakian, seperti mandi wajib, peran lelaki dalam masyarakat, konsep tanggung jawab aqilbaligh, pokok aqidah dstnya ketika anak lelakinya menjelang usia 10 tahun

Anak lelaki yang tidak dekat dengan ayahnya atau kekurangan suplai maskulinitas akan mengalami permasalah peran kelelakian ketika dewasa.

Sejalan dengan di atas, pada tahap ini, anak perempuan lebih didekatkan kepada ibunya, agar mendapat suplai "keibuan" atau suplai feminitas, melalui interaksi aktivitas dengan peran peran sejati sosial keperempuanan, misalnya merawat keluarga, memasak, menjahit, menata rumah, menata keuangan dstnya.

Para ibu, disarankan berhenti "catering" dan "menjahit sendiri", tunjukan pada anak perempuan bahwa tangan dan kaki bunda "sakti". Jadikan "mukena" pertamanya adalah jahitan tangan ibunya sendiri.

Para ibu sebaiknya mulai berusaha menjadi idola bagi anak perempuannya, sampai ia berkata. "Aku ingin seperti ibu, keren banget".

Ibu juga yang harus menjelaskan tentang "haidh" dan fiqh perempuan, seperti mandi wajib, peran wanita dalam masyarakat, konsep tanggung jawab aqilbaligh, pokok aqidah dstnya ketika anak perempuannya menjelang usia 10 tahun

Anak perempuan yang tidak dekat dengan Ibunya atau kekurangan suplai "feminitas" pada tahap ini, diragukan akan menjadi perempuan sejati atau ibu yang baik kelak.

🐝 Usia 11-14 Tahun - mengokohkan fitrah seksualitas

Setelah fitrah seksualitas kelelakian dari anak lelaki dianggap tuntas bersama ayahnya, kini saatnya anak lelaki lebih didekatkan kepada ibunya, agar dapat memahami perempuan dari cara pandang seorang perempuan atau ibunya.

Anak lelaki yang tidak lekat dengan ibunya pada tahap ini, berpotensi untuk menjadi "playboy", dan kelak menjadi suami yang berpotensi kasar, kurang empati dstnya

Begitupula sebaliknya, setelah fitrah seksualitas keperempuanan dari anak perempuan dianggap tuntas bersama ibunya, kini saatnya anak perempuan lebih didekatkan kepada ayahnya, agar dapat memahami lelaki dari cara pandang seorang lelaki.

Anak perempuan yang tidak dekat dengan ayahnya di tahap ini, kelak menurut riset berpeluang 6 kali menyerahkan tubuhnya kepada lelaki yang dianggap sosok ayahnya.

Anak perempuan yang dekat dengan ayahnya, secara alamiah memiliki mekanisme bertahan untuk mampu membedakan mata lelaki baik dan mana lelaki buruk dalam kehidupan sosialnya.

🐝 Usia > 15 tahun
Ini masa dimana fitrah seksualitas kelelakian matang menjadi fitrah peran keayahan sejati, dan fitrah seksualitas keperempuanan matang menjadi peran keibuan sejati.

Wujudnya adalah kesiapan untuk memikul beban rumah tangga melalui pernikahan, membangun keluarga, menjalani peran dalam keluarga yang beradab pada pasangan dan keturunannya.

Tantangan Eksternal
1. Melakukan edukasi tentang pola asuh yang tepat pada anak-anak sebagai sarana mencegah permasalahan sosial akibat salah pengasuhan

2. Memberikan edukasi tentang pentingnya kekokohan keluarga sebagai benteng utama serangan pemikiran, pengaruh2 negatif maupun dampak kecanggihan teknologi.

3. Melakukan edukasi pada masyarakat tentang ancaman penyimpangan dan pelecehan seksual, bagaimana pencegahan & penanganannya dengan efektif baik dalam bentuk seminar atau sosialisasi untuk membuka pikiran dan wawasan masyarakat agar meningkatkan kepedulian terhadap perlindungan anak.

4. Melakukan kerjasama, sinergi dan berjejaring dengan pemerintah, institusi swasta dan komunitas2 masyarakat lainnya yang memiliki kepedulian yang sama untuk mengokohkan keluarga dan melindungi anak-anak.


MEDIA EDUKASI

Berikut media edukasi yang ditampilkan oleh kelompok 5, yaitu berupa ular tangga yang sudah didesain sedemikian rupa hingga dapat menjadi media edukasi fitrah seksualitas.




TANYA JAWAB

Berikut salinan tanya jawab selama diskusi berlangsung:

Tanya:
Ruswita-Tulungagung
Bagaimana cara mencegah penyimpangan sosial dimasyarakat? Kita bukanlah orang yg vocal atau punya pengaruh.
Bagaimana cara menyiapkan calon ayah dan calon bunda sejati sebagai pondasi keluarga yang kokoh? Semisal dari seminar atau kegiatan parenting utk generasi muda, tidak selalu mereka tertarik ikut.

Jawab:
Kita akan kehabisan energy ketika melawan arus. Kalo kata ustadz Harry Santosa, kita buat arus tandingan. Kalo di IIP ada program changemaker. Daripada menggerutu, lebih baik kita menjadi Agen of Change

Ayah dan bunda sejati lahir dengan tempaan. Tanpa ujian dan masalah, impossible muncul ayah dan bunda sejati. Karena masalah dan ujian adalah proses meningkatkan kualitas diri. Belajar dari masalah adalah cara paling jitu.

Yang paling penting dari penyiapan ayah dan bunda sejati adalah bekal agama. Mutlak bin wajib.

KESIMPULAN

Persoalan penumbuhan fitrah seksualitas dipengaruhi oleh beberapa hal:

1. Peran orangtua dengan menunjukkan secara tegas antara sikap dan peran seorang ayah dan seorang ibu.

2. Paradigma orangtua tentang deferensiasi gender dan kesetaraan gender.

3. Pemahaman orangtua dan guru terhadap perkembangan otak dan tumbuh kembang anak.

4. Pandangan masyarakat tentang urgensi stimulasi proses penumbuhan fitrah seksualitas pada anak.

5. Kebijakan pemerintah yang memperhatikan urgensi penumbuhan fitrah seksualitas pada anak.

Comments