Seperti biasa, sore itu ayah Kai yang membuka pagar kemudian memasukkan motor ke dalam teras rumah. Sedangkan aku yang membuka kunci pintu rumah. Seharian berada di luar rumah membuat kami rindu, ingin cepat-cepat menghirup udara di tempat kami menyemai cinta, rumah. Kai yang masih berada dalam pelukan gendongan menyentuh tanganku dan mengambil kunci yang kugenggam.
"Kai..unci" ucapnya, bermaksud ia saja yang membukakan pintu runah yang terkunci.
Dengan susah payah ia mencoba memasukkan kunci tersebut. Ketika gagal, ia coba ke arah lain. Ketika arahnya sudah tepat, aku mengarahkannya agar memutar ke arah yang sesuai. Hingga pintu itu terbuka, ia membutuhkan kira-kira 5 menit. Dan saat pintu itu terbuka, aku melihat senyumnya merekah. Saat itulah aku mengapresiasi usahanya.
Tak apa meskipun lama, karena ini adalah percobaan pertamanya. Tak apa walaupun berkali-kali gagal, karena tangan mungilnya belum terbiasa. Karena jika aku melarangnya dengan alasan lama, kapan ia belajar? Dan jika aku merebut kunci itu dengan alasan, "Ibu saja yang membukanya," kapan ia mencoba?
Comments
Post a Comment