“Alangkah mengerikannya menjadi tua dengan kenangan masa muda yang hanya berisi kemacetan jalan, ketakutan datang terlambat ke kantor, tugas-tugas rutin yang tidak menggugah semangat, dan kehidupan seperti mesin, yang hanya akan berakhir dengan pensiun tidak seberapa.”
– Menjadi Tua di Jakarta, Seno Gumira Ajidarma
Sebuah sindiran satir mengingatkanku pada rutinitas di hari kerja. Meski aku tidak hidup di Jakarta, sindiran tersebut sukses membuatku baper. Beruntungnya, masih ada desa yang siap menerimaku kembali setiap kali long weekend, yakni rumah mertua di Lumajang. Meski kemacetan, keterlambatan, tugas-tugas dan kehidupanku tidak semengerikan itu, tetapi ada secuil kebosanan yang hinggap beberapa kali. Nah, ketika pulang ke Lumajang inilah salah satu momen untuk benar-benar refreshing.
Hari ini kami bangun pagi tanpa terburu-buru. Kai bangun tidur sesaat setelah aku melaksanakan sholat subuh. Aku tak perlu cepat-cepat memandikan Kai, cukup dengan membasuh mukanya saja. Setelah itu kami jalan-jalan menikmati udara pagi yang terasa begitu segar. Subhanallah.
Seharian kami menikmati senangnya berkumpul bersama keluarga besar dalam suasana yang santai. Di rumah yang luas dengan halaman yang luas pula, Kai menemukan area belajar jalan yang tak membatasinya. Meski belum berani melangkahkan kakinya tanpa dipegangi, ia sudah bisa berdiri sendiri lebih lama dan berjalan dengan bantuan lebih lama daripada sebelumnya. Baby walker milik Fahri, sepupu Kai, juga tak luput dari perhatiannya. Meski aku tak setuju dengan penggunaan baby walker, kali ini kuperbolehkan ia menaikinya hanya untuk mencoba. Kakinya yang sudah bisa berdiri tegak menenangkanku bahwa ia tak perlu berjinjit saat roda baby walker berputar.
Sore harinya, kami ke rumah bulek dan paklek, tempat tahlilan dilaksanakan. Hingga malam kita berada di sana, berkumpul dengan keluarga besar suami. Setelah tahlil, ada odong-odong yang lewat. Kai bersama sepupu- sepupunya naik odong-odong bersama. Kelelahan, tak lama setelah itu Kai mengantuk dan tertidur. Kami kembali ke rumah dalam keadaan Kai tertidur dalam gendonganku.
Hari ini kami bangun pagi tanpa terburu-buru. Kai bangun tidur sesaat setelah aku melaksanakan sholat subuh. Aku tak perlu cepat-cepat memandikan Kai, cukup dengan membasuh mukanya saja. Setelah itu kami jalan-jalan menikmati udara pagi yang terasa begitu segar. Subhanallah.
Seharian kami menikmati senangnya berkumpul bersama keluarga besar dalam suasana yang santai. Di rumah yang luas dengan halaman yang luas pula, Kai menemukan area belajar jalan yang tak membatasinya. Meski belum berani melangkahkan kakinya tanpa dipegangi, ia sudah bisa berdiri sendiri lebih lama dan berjalan dengan bantuan lebih lama daripada sebelumnya. Baby walker milik Fahri, sepupu Kai, juga tak luput dari perhatiannya. Meski aku tak setuju dengan penggunaan baby walker, kali ini kuperbolehkan ia menaikinya hanya untuk mencoba. Kakinya yang sudah bisa berdiri tegak menenangkanku bahwa ia tak perlu berjinjit saat roda baby walker berputar.
Sore harinya, kami ke rumah bulek dan paklek, tempat tahlilan dilaksanakan. Hingga malam kita berada di sana, berkumpul dengan keluarga besar suami. Setelah tahlil, ada odong-odong yang lewat. Kai bersama sepupu- sepupunya naik odong-odong bersama. Kelelahan, tak lama setelah itu Kai mengantuk dan tertidur. Kami kembali ke rumah dalam keadaan Kai tertidur dalam gendonganku.
Comments
Post a Comment