Komunikasi Produktif Hari 7

Hari ini satu tahun yang lalu adalah hari yang tak terlupakan. Setelah semalaman merasakan gelombang cinta yang muncul secara intens, tepat setelah sholat ashar kami berangkat menuju Rumah Bidan Rina. Dalam perjalanan menuju ke sana, tak kulepaskan genggaman tanganku ke tangan ibu sambil menahan rasa ingin mengejan akibat gelombang cinta yang sangat kuat. Sesampai di klinik, tes VT menunjukkan pembukaan 6. "Senyum, Mbak Atin," ucap bidan Mita dan bidan Hilma sambil menemaniku duduk di birthing ball.
Kira-kira satu jam kemudian, pemeriksaan VT menunjukkan pembukaan 9 dan kami berpindah ke ruang bersalin yang sudah siap dengan bacaan murottal Alqur'an. Sementara bidan Rina memeriksa pasien yang sedang kontrol antenatal, bidan Mita dan bidan Hilma dengan sabar mengarahkanku agar mengejan dengan benar, sementara suami mendampingi dan memberikan support di sampingku. Beberapa kali mengejan, belum juga berhasil. Ibu yang menunggu di luar tak hentinya merapalkan doa untukku.
Waktu menunjukkan pukul 18.00, suami izin sholat maghrib. Setelah suami sholat maghrib, bidan Mita izin sholat maghrib juga dan bidan Rina pun datang.
"Bidan Hilma, tolong ambilkan air hangat," seru bidan Rina.
"Eh, ra sido, ini rambute wes ketok," ucapnya mengurungkan instruksi karena rambut si bayi sudah terlihat.
"Mbak Atin, perhatikan saya ya. Angkat sedikit badannya. Sekarang, mengejan. Bismillahirrohmanirrohim. "
Kemudian tangis bayi terdengar.
"Alhamdulillah.. " ucapku pelan.

Momen satu tahun lalu itu begitu menancap di ingatanku. Ingin rasanya hari ini kudekap Kai berjam-jam seperti waktu IMD sesaat setelah ia lahir. Namun tugas di ranah publik mengharuskanku berangkat pagi dan pulang larut hari ini.
"Kai, Ibu nanti pulangnya agak lebih lama dari biasanya ya.. Kai jadi anak baik dan pinter ya Sayang.  Ibu berangkat dulu. Assalamu'alaikum." ucapku sambil menstimulasi tangannya agar mencium tanganku.
Kusampaikan pula pada ibu dan mbak yang menemani Kai bahwa hari ini aku bertugas sebagai panitia ramah tamah wisudawan, sehingga akan pulang sekitar jam 9 malam. Tak lupa bekal ASIP sudah kusiapkan lebih dari biasanya.

Siang hari pada saat jam istirahat, sepupuku mengirimkan foto Kai yang sedang bermain. Sedih rasanya ketika belum bisa membersamainya setiap saat. Tetapi aku sadar, seorang anak tidaklah butuh ibu yang sempurna tetapi ibu yang bahagia. Kuhapus air mataku yang tak sengaja menetes dan aku memfoto diriku kemudian kukirimkan untuk dilihatkan pada Kai.
"I miss you, Nak. "

Hari Pahlawan Nasional,
Ibu Kai

Comments